PENDAHULUAN
Produk biologis atau tepatnya bahan biologis menurut
WHO dibedakan sesuai dengan asalnya, yaitu yang berasal
dari mikroba (vaksin, reagen diagnosa, antibiotik dan bebe-
rapa enzim), dan yang berasal dari hewan atau manusia (sera,
blood product,
hormon dan vitamin). Bahan-bahan tersebut
meliputi pula bahan seperti alergen yang digunakan untuk
diagnosa dan terapi. Bahan-bahan biologis tersebut di atas
biasanya digunakan untuk manusia melalui suntikan, dan
setiap obat atau bahan yang akan disuntikkan seharusnya telah
diperiksa dengan teliti agar aman dan memberikan khasiat.
Oleh karenanya, terhadap bahan-bahan tersebut banyak di-
lakukan pemeriksaan-pemeriksaan baik terhadap sifat-sifat
fisik maupun kimia, sterilitas, toksisitas (keamanan) maupun
potensinya. Dua pemeriksaan terakhir ini (pemeriksaan toksi-
sitas dan potensi) biasanya melibatkan atau menggunakan
hewan percobaan. Penggunaan hewan percobaan di sini mem-
punyai tujuan yaitu untuk mendapatkan data secara in-vivo
terhadap efek yang akan terjadi, serta kekuatan yang dimiliki
dari bahan biologis yang diperiksa. Sehubungan dengan ini,
hewan percobaan yang digunakan harus memenuhi beberapa
persyaratan, antara lain :
1) Sedapat mungkin hewan percobaan yang akan digunakan
bebas dari kuman patogen, karena adanya kuman patogen
pada tubuh hewan sangat mengganggu jalannya reaksi pada
pemeriksaan tadi, sehingga dari segi ilmiah hasilnya kurang
dapat dipertanggungjawabkan. Oleh karenanya, berdasarkan
tingkatan kontaminasi kuman patogen, hewan percobaan di-
golongkan menjadi hewan percobaan konvensional, specified
pathogen free
dan gnotobiotic.
2) Mempunyai kemampuan dalam memberikan reaksi imunitas
yang baik. Hal ini ada hubungannya dengan persyaratan per-
tama.
3) Kepekaan terhadap sesuatu penyakit. Hal ini menunjukkan
tingkat suseptibilitas hewan terhadap penyakit.
4) Performan atau prestasi hewan percobaan yang dikaitkan
50 Cermin Dunia Kedokteran No. 44, 1987
dengan sifat genetiknya.
Dari keadaan tersebut di atas, timbul beberapa dilema
dalam hal penyediaan hewan percobaan, misalnya penyakit,
lingkungan, seleksi dan pengelolaan.
PENGGUNAAN HEWAN PERCOBAAN UNTUK PEMERIK-
SAAN BAHAN BIOLOGIS
Karena luasnya penggunaan hewan percobaan yang dapat
melibatkan berbagai disiplin ilmu, di bawah ini akan diurai-
an, antara lain :
1) Pemeriksaan toksisitas (keracunan) atau safety, yang tuju-
annya adalah untuk mengetahui komponen racun atau batas-
batas yang dapat diterima. Pemeriksaan ini dilakukan terhadap
semua jenis bahan biologis.
2) Pemeriksaan potensi, dilakukan untuk menentukan kekuat-
an atau kemampuan atau potensi suatu produk biologis.
3) Pemeriksaan atau percobaan terhadap adanya substansi
pirogen di dalam bahan biologis (misalnya : cairan infus),
yang tujuannya adalah untuk mengetahui apakah bahan ter-
sebut mengandung substansi pirogen atau tidak. Prosedur pe-
meriksaan untuk masing-masing negara dapat berbeda satu
sama lainnya.
Untuk pemeriksaan tersebut di atas, WHO menganjurkan
dengan persyaratan minimum. Adapun hewan percobaan
yang sering digunakan untuk pemeriksaan-pemeriksaan di atas
adalah : mencit (laboratory mouse), tikus (laboratory rat),
kelinci dan marmut. Hewan-hewan ini biasanya dipilih ber-
dasarkan beberapa persyaratan, antara lain : sehat, berat ter-
tentu, jenis kelamin tertentu dan digunakan dalam jumlah
tertentu pula. Syarat-syarat tersebut memiliki pengertian yang
luas dan tidak mudah dipenuhi. Oleh karenanya diperlukan
beberapa pemeriksaan atau pengamatan terlebih dahulu ter-
hadap :
1) Hewan percobaan : yaitu meliputi strain yang menyangkut
tentang sifat-sifat khasnya, manajemen pemeliharaan, umur
yang dikaitkan dengan berat badannya, jenis kelamin dan data
fisiologisnya. Dengan demikian jelas bahwa strain hewan per-
cobaan harus sesuai atau cocok dengan tujuan pemeriksaan.
Tiap negara terutama negara maju biasanya mengembangkan
strain
hewan sendiri, agar dapat menemukan hewan yang baik
untuk kondisi negara tersebut. Dapat diambil contoh, di
Jepang telah dikembangkan strain lokal di samping memelihara
strain dari luar negeri. Demikian pula di
mencit jenis
outbred
ada 12 strain lokal, kelinci 15 strain
lokal.
2) Lingkungan : yaitu meliputi temperatur ruangan; kelembab-
an ruangan; tekanan udara; sirkulasi udara; tempat hidupnya
(kandang) baik mengenai ukuran, bahan maupun bentuknya;
bedding
(alas kandang); kebisingan suara dan personil yang
menangani; keadaan nutrisinya (makanan dan minuman).
Dengan terciptanya suatu lingkungan yang baik, akan mem-
berikan kesempatan pada hewan percobaan untuk hidup dan
bertumbuh sesuai dengan bakat atau sifat-sifat genetik yang
dimilikinya. Menurut SHORT, D.J dan WOODNOTT, D.P
(1963) dalam bukunya The IAT, Manual of Laboratory
Animal Practice and Techniques, jenis-jenis hewan percobaan
mencit, marmut dan kelinci temperatur ruangan yang di-
rekomendasikan adalah : 22,2°C; 15,5°C dan 12,77°C, se-
dangkan kelembaban relatif bervariasi antara 45--55% untuk
semua hewan tersebut. Keadaan semacam ini sukar dicapai
terutama untuk daerah dataran rendah.
3) Uji performan atau prestasi hewan percobaan : yaitu untuk
menentukan kemampuan hewan percobaan dalam memberikan
suatu reaksi atau mempertahankan sifat khas dari populasinya.
Untuk pemeriksaan ini diperlukan kepastian kelompok hewan
atau keseragaman genetik, hingga variasi individuil tidak
banyak.
Dari beberapa penjelasan tersebut di atas, dapat ditarik ke-
simpulan bahwa penggunaan hewan yang tidak jelas sumber-
nya atau sistem pemeliharaannya tidak mengikuti aturan-
aturan tertentu, tetap akan mempersulit dalam memperoleh
kesimpulan dalam pemeriksaan suatu bahan biologis.
MASALAH PENYAKIT
Pada pendahuluan telah dijelaskan bahwa adanya penyakit
hewan percobaan sangat mengganggu jalannya reaksi pada
pemeriksaan bahan biologis, sehingga dari segi ilmiah hasilnya
kurang dapat dipertanggungjawabkan. Oleh karenanya hewan
percobaan yang akan digunakan dalam pemeriksaan-pemeriksa-
an tadi, sedapat mungkin terhindar dari penyakit. Untuk itu
diperlukan usaha yang dapat menjamin kualitas hewan per-
cobaan.
Usaha-usaha yang harus dilakukan adalah :
1. Pengawasan terhadap penyakit secara periodik terhadap
koloni hewan yang ada.
2. Setiap hewan percobaan yang berasal dari luar terlebih
dahulu harus dikarantinakan.
3. Menangkap dan memeriksa hewan yang ada di luar koloni
(misalnya karena lepas).
4. Melakukan pencatatan rutin untuk setiap kejadian pada
hewan percobaan dengan baik.
5. Segera melakukan tindakan pencegahan apabila dijumpai
kasus penyakit pada hewan percobaan (misalnya hewan
percobaan yang terkena ekto parasit, segera dilakukan
dipping
atau dicelupkan ke dalam larutan anti parasit).
SELEKSI HEWAN PERCOBAAN
Seleksi pada hewan percobaan dilakukan terhadap jenis
kelamin, berat badan, physical appearance dan sifat keturunan
agar memenuhi persyaratan untuk pemeriksaan bahan bio-
logis. Pekerjaan ini sebenarnya memakan waktu, tenaga dan
biaya yang tidak sedikit. Namun karena dampak terhadap
hasil yang diperoleh sangat besar, maka faktor pembiayaan,
tenaga maupun waktu tersebut bukan lagi merupakan masalah.
Dalam melakukan seleksi ini harus benar-benar terencana
untuk jangka panjang menurut aturan yang tertentu dan peng-
awasan yang ketat, sehingga dalam hal ini diperlukan adanya
sistem pencatatan yang baik. Dalam kegiatan seleksi ini diper-
lukan personil yang benar-benar menguasai bidangnya, loyal
terhadap pekerjaannya dan jujur dalam melakukan tugasnya.
NUTRISI
Di samping faktor hewan percobaan dan lingkungan, ma-
kanan hewan memegang peranan penting khususnya dalam
pemeriksaan ini. Makanan di samping harus mengandung nilai
gizi yang diperlukan untuk tumbuh dan berproduksi, harus
pula dibuat agar hewan menyukai makanan tersebut (ditinjau
dari segi rasa).
MASALAH "STRAIN" HEWAN PERCOBAAN DAN PER-
TUMBUHAN BERAT BADAN
Di dunia ini telah terbentuk ratusan strain hewan percoba-
an yang telah memiliki sifat genetik yang khas. Sifat ini terus
dikembangkan sehingga hewan tersebut telah menjadi model
yang baik untuk kepentingan kesejahteraan manusia. Bagi
strain
hewan yang mempunyai kemampuan pertumbuhan yang
cepat, sangat baik untuk pemeriksaan yang tolok ukurnya
adalah pertambahan berat badan. Berat badan tidak cukup
dipakai sebagai kriteria bahwa hewan tersebut bisa digunakan
untuk pemeriksaan bahan biologis, tetapi juga pertambahan
berat setiap harinya. Pertambahan berat badan suatu hewan
percobaan dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain faktor
strain
hewan dan makanan. Pertambahan berat badan sendiri
secara sempit dapat digunakan sebagai indikator bagi hewan
yang sehat. Apabila pola pertumbuhan berat badan sudah
dapat diketahui untuk suatu strain hewan, maka dengan sen-
dirinya perubahan pola oleh suatu perlakuan menunjukkan
besarnya pengaruh perlakuan. Bagi hewan yang tidak men-
dapat perlakuan (hewan kontrol), pertumbuhannya tidak
seperti yang diharapkan (menyimpang dari pola populasinya).
Di sini harus dicari sebab-sebabnya, misalnya apakah ada per-
bedaan antara faktor lingkungan hewan tempat percobaan
(pemeriksaan) dengan tempat hewan diproduksikan. Untuk
mengatasi ini biasanya pemakai hewan paling tidak harus mem-
buat lingkungan yang sama atau lebih baik dari keadaan se-
mula, yaitu antara keadaan di tempat percobaan dan tempat
asal hewan.
Membuat lingkungan dan manajemen yang baik di tempat
percobaan, lebih sederhana sifatnya daripada memaksakan
hewan untuk menyesuaikan lagi dengan kondisi yang kurang
baik.
Cermin Dunia Kedokteran No. 44, 1987
51
PENUTUP
Untuk dapat menghasilkan hewan yang berkualitas tinggi
diperlukan kegiatan yang terus menerus, baik dalam pengawas-
an penyakit, kegiatan reproduksi maupun pengawasan ter-
hadap lingkungan.
Oleh karenanya, menghasilkan hewan percobaan yang baik
merupakan kegiatan yang mempunyai aspek tersendiri dan
cakupan yang luas, baik dalam bentuk konsepsional maupun
teknologi praktisnya.
KEPUSTAKAAN
1. Hafez ESE. Reproduction and Breeding Techniques for Laboratory
Animals,
2. Maddalena. The
tralian National University Survey of Laboratory Animals Being
Maintained in
1979.
3. Short DJ and Woodnott DP. The IAT, Manual of Laboratory
Animal Practice and Techniques, 1st ed,
Son, 1963.
4. Ufaw. The Ufaw Handbook on the Care and Management of Labora-
tory Animals, fifth ed,
5. WHO Expert Committee on Biological Standardization. Develop-
ment of a National Control Laboratory for Biological Substances,
twenty second report,
52 Cermin Dunia Kedokteran No. 44, 1987
Tidak ada komentar:
Posting Komentar