Cari Blog Ini

Sabtu, 27 Februari 2010

Hewan Percobaan

PENDAHULUAN

Produk biologis atau tepatnya bahan biologis menurut

WHO dibedakan sesuai dengan asalnya, yaitu yang berasal

dari mikroba (vaksin, reagen diagnosa, antibiotik dan bebe-

rapa enzim), dan yang berasal dari hewan atau manusia (sera,

blood product,

hormon dan vitamin). Bahan-bahan tersebut

meliputi pula bahan seperti alergen yang digunakan untuk

diagnosa dan terapi. Bahan-bahan biologis tersebut di atas

biasanya digunakan untuk manusia melalui suntikan, dan

setiap obat atau bahan yang akan disuntikkan seharusnya telah

diperiksa dengan teliti agar aman dan memberikan khasiat.

Oleh karenanya, terhadap bahan-bahan tersebut banyak di-

lakukan pemeriksaan-pemeriksaan baik terhadap sifat-sifat

fisik maupun kimia, sterilitas, toksisitas (keamanan) maupun

potensinya. Dua pemeriksaan terakhir ini (pemeriksaan toksi-

sitas dan potensi) biasanya melibatkan atau menggunakan

hewan percobaan. Penggunaan hewan percobaan di sini mem-

punyai tujuan yaitu untuk mendapatkan data secara in-vivo

terhadap efek yang akan terjadi, serta kekuatan yang dimiliki

dari bahan biologis yang diperiksa. Sehubungan dengan ini,

hewan percobaan yang digunakan harus memenuhi beberapa

persyaratan, antara lain :

1) Sedapat mungkin hewan percobaan yang akan digunakan

bebas dari kuman patogen, karena adanya kuman patogen

pada tubuh hewan sangat mengganggu jalannya reaksi pada

pemeriksaan tadi, sehingga dari segi ilmiah hasilnya kurang

dapat dipertanggungjawabkan. Oleh karenanya, berdasarkan

tingkatan kontaminasi kuman patogen, hewan percobaan di-

golongkan menjadi hewan percobaan konvensional, specified

pathogen free

dan gnotobiotic.

2) Mempunyai kemampuan dalam memberikan reaksi imunitas

yang baik. Hal ini ada hubungannya dengan persyaratan per-

tama.

3) Kepekaan terhadap sesuatu penyakit. Hal ini menunjukkan

tingkat suseptibilitas hewan terhadap penyakit.

4) Performan atau prestasi hewan percobaan yang dikaitkan

50 Cermin Dunia Kedokteran No. 44, 1987

dengan sifat genetiknya.

Dari keadaan tersebut di atas, timbul beberapa dilema

dalam hal penyediaan hewan percobaan, misalnya penyakit,

lingkungan, seleksi dan pengelolaan.

PENGGUNAAN HEWAN PERCOBAAN UNTUK PEMERIK-

SAAN BAHAN BIOLOGIS

Karena luasnya penggunaan hewan percobaan yang dapat

melibatkan berbagai disiplin ilmu, di bawah ini akan diurai-

kan beberapa pemeriksaan yang menggunakan hewan percoba-

an, antara lain :

1) Pemeriksaan toksisitas (keracunan) atau safety, yang tuju-

annya adalah untuk mengetahui komponen racun atau batas-

batas yang dapat diterima. Pemeriksaan ini dilakukan terhadap

semua jenis bahan biologis.

2) Pemeriksaan potensi, dilakukan untuk menentukan kekuat-

an atau kemampuan atau potensi suatu produk biologis.

3) Pemeriksaan atau percobaan terhadap adanya substansi

pirogen di dalam bahan biologis (misalnya : cairan infus),

yang tujuannya adalah untuk mengetahui apakah bahan ter-

sebut mengandung substansi pirogen atau tidak. Prosedur pe-

meriksaan untuk masing-masing negara dapat berbeda satu

sama lainnya.

Untuk pemeriksaan tersebut di atas, WHO menganjurkan

dengan persyaratan minimum. Adapun hewan percobaan

yang sering digunakan untuk pemeriksaan-pemeriksaan di atas

adalah : mencit (laboratory mouse), tikus (laboratory rat),

kelinci dan marmut. Hewan-hewan ini biasanya dipilih ber-

dasarkan beberapa persyaratan, antara lain : sehat, berat ter-

tentu, jenis kelamin tertentu dan digunakan dalam jumlah

tertentu pula. Syarat-syarat tersebut memiliki pengertian yang

luas dan tidak mudah dipenuhi. Oleh karenanya diperlukan

beberapa pemeriksaan atau pengamatan terlebih dahulu ter-

hadap :

1) Hewan percobaan : yaitu meliputi strain yang menyangkut

background image

tentang sifat-sifat khasnya, manajemen pemeliharaan, umur

yang dikaitkan dengan berat badannya, jenis kelamin dan data

fisiologisnya. Dengan demikian jelas bahwa strain hewan per-

cobaan harus sesuai atau cocok dengan tujuan pemeriksaan.

Tiap negara terutama negara maju biasanya mengembangkan

strain

hewan sendiri, agar dapat menemukan hewan yang baik

untuk kondisi negara tersebut. Dapat diambil contoh, di

Jepang telah dikembangkan strain lokal di samping memelihara

strain dari luar negeri. Demikian pula di Australia, terdapat

mencit jenis

outbred

ada 12 strain lokal, kelinci 15 strain

lokal.

2) Lingkungan : yaitu meliputi temperatur ruangan; kelembab-

an ruangan; tekanan udara; sirkulasi udara; tempat hidupnya

(kandang) baik mengenai ukuran, bahan maupun bentuknya;

bedding

(alas kandang); kebisingan suara dan personil yang

menangani; keadaan nutrisinya (makanan dan minuman).

Dengan terciptanya suatu lingkungan yang baik, akan mem-

berikan kesempatan pada hewan percobaan untuk hidup dan

bertumbuh sesuai dengan bakat atau sifat-sifat genetik yang

dimilikinya. Menurut SHORT, D.J dan WOODNOTT, D.P

(1963) dalam bukunya The IAT, Manual of Laboratory

Animal Practice and Techniques, jenis-jenis hewan percobaan

mencit, marmut dan kelinci temperatur ruangan yang di-

rekomendasikan adalah : 22,2°C; 15,5°C dan 12,77°C, se-

dangkan kelembaban relatif bervariasi antara 45--55% untuk

semua hewan tersebut. Keadaan semacam ini sukar dicapai

terutama untuk daerah dataran rendah.

3) Uji performan atau prestasi hewan percobaan : yaitu untuk

menentukan kemampuan hewan percobaan dalam memberikan

suatu reaksi atau mempertahankan sifat khas dari populasinya.

Untuk pemeriksaan ini diperlukan kepastian kelompok hewan

atau keseragaman genetik, hingga variasi individuil tidak

banyak.

Dari beberapa penjelasan tersebut di atas, dapat ditarik ke-

simpulan bahwa penggunaan hewan yang tidak jelas sumber-

nya atau sistem pemeliharaannya tidak mengikuti aturan-

aturan tertentu, tetap akan mempersulit dalam memperoleh

kesimpulan dalam pemeriksaan suatu bahan biologis.

MASALAH PENYAKIT

Pada pendahuluan telah dijelaskan bahwa adanya penyakit

hewan percobaan sangat mengganggu jalannya reaksi pada

pemeriksaan bahan biologis, sehingga dari segi ilmiah hasilnya

kurang dapat dipertanggungjawabkan. Oleh karenanya hewan

percobaan yang akan digunakan dalam pemeriksaan-pemeriksa-

an tadi, sedapat mungkin terhindar dari penyakit. Untuk itu

diperlukan usaha yang dapat menjamin kualitas hewan per-

cobaan.

Usaha-usaha yang harus dilakukan adalah :

1. Pengawasan terhadap penyakit secara periodik terhadap

koloni hewan yang ada.

2. Setiap hewan percobaan yang berasal dari luar terlebih

dahulu harus dikarantinakan.

3. Menangkap dan memeriksa hewan yang ada di luar koloni

(misalnya karena lepas).

4. Melakukan pencatatan rutin untuk setiap kejadian pada

hewan percobaan dengan baik.

5. Segera melakukan tindakan pencegahan apabila dijumpai

kasus penyakit pada hewan percobaan (misalnya hewan

percobaan yang terkena ekto parasit, segera dilakukan

dipping

atau dicelupkan ke dalam larutan anti parasit).

SELEKSI HEWAN PERCOBAAN

Seleksi pada hewan percobaan dilakukan terhadap jenis

kelamin, berat badan, physical appearance dan sifat keturunan

agar memenuhi persyaratan untuk pemeriksaan bahan bio-

logis. Pekerjaan ini sebenarnya memakan waktu, tenaga dan

biaya yang tidak sedikit. Namun karena dampak terhadap

hasil yang diperoleh sangat besar, maka faktor pembiayaan,

tenaga maupun waktu tersebut bukan lagi merupakan masalah.

Dalam melakukan seleksi ini harus benar-benar terencana

untuk jangka panjang menurut aturan yang tertentu dan peng-

awasan yang ketat, sehingga dalam hal ini diperlukan adanya

sistem pencatatan yang baik. Dalam kegiatan seleksi ini diper-

lukan personil yang benar-benar menguasai bidangnya, loyal

terhadap pekerjaannya dan jujur dalam melakukan tugasnya.

NUTRISI

Di samping faktor hewan percobaan dan lingkungan, ma-

kanan hewan memegang peranan penting khususnya dalam

pemeriksaan ini. Makanan di samping harus mengandung nilai

gizi yang diperlukan untuk tumbuh dan berproduksi, harus

pula dibuat agar hewan menyukai makanan tersebut (ditinjau

dari segi rasa).

MASALAH "STRAIN" HEWAN PERCOBAAN DAN PER-

TUMBUHAN BERAT BADAN

Di dunia ini telah terbentuk ratusan strain hewan percoba-

an yang telah memiliki sifat genetik yang khas. Sifat ini terus

dikembangkan sehingga hewan tersebut telah menjadi model

yang baik untuk kepentingan kesejahteraan manusia. Bagi

strain

hewan yang mempunyai kemampuan pertumbuhan yang

cepat, sangat baik untuk pemeriksaan yang tolok ukurnya

adalah pertambahan berat badan. Berat badan tidak cukup

dipakai sebagai kriteria bahwa hewan tersebut bisa digunakan

untuk pemeriksaan bahan biologis, tetapi juga pertambahan

berat setiap harinya. Pertambahan berat badan suatu hewan

percobaan dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain faktor

strain

hewan dan makanan. Pertambahan berat badan sendiri

secara sempit dapat digunakan sebagai indikator bagi hewan

yang sehat. Apabila pola pertumbuhan berat badan sudah

dapat diketahui untuk suatu strain hewan, maka dengan sen-

dirinya perubahan pola oleh suatu perlakuan menunjukkan

besarnya pengaruh perlakuan. Bagi hewan yang tidak men-

dapat perlakuan (hewan kontrol), pertumbuhannya tidak

seperti yang diharapkan (menyimpang dari pola populasinya).

Di sini harus dicari sebab-sebabnya, misalnya apakah ada per-

bedaan antara faktor lingkungan hewan tempat percobaan

(pemeriksaan) dengan tempat hewan diproduksikan. Untuk

mengatasi ini biasanya pemakai hewan paling tidak harus mem-

buat lingkungan yang sama atau lebih baik dari keadaan se-

mula, yaitu antara keadaan di tempat percobaan dan tempat

asal hewan.

Membuat lingkungan dan manajemen yang baik di tempat

percobaan, lebih sederhana sifatnya daripada memaksakan

hewan untuk menyesuaikan lagi dengan kondisi yang kurang

baik.

Cermin Dunia Kedokteran No. 44, 1987

51

background image

PENUTUP

Untuk dapat menghasilkan hewan yang berkualitas tinggi

diperlukan kegiatan yang terus menerus, baik dalam pengawas-

an penyakit, kegiatan reproduksi maupun pengawasan ter-

hadap lingkungan.

Oleh karenanya, menghasilkan hewan percobaan yang baik

merupakan kegiatan yang mempunyai aspek tersendiri dan

cakupan yang luas, baik dalam bentuk konsepsional maupun

teknologi praktisnya.

KEPUSTAKAAN

1. Hafez ESE. Reproduction and Breeding Techniques for Laboratory

Animals, Philadelphia: Lea dan Febiger, 1970.

2. Maddalena. The John Curtin School of Medical Research. The Aus-

tralian National University Survey of Laboratory Animals Being

Maintained in Australia, Sutherland: AAEC Research Establishment,

1979.

3. Short DJ and Woodnott DP. The IAT, Manual of Laboratory

Animal Practice and Techniques, 1st ed, London: Crosby Lockwood

Son, 1963.

4. Ufaw. The Ufaw Handbook on the Care and Management of Labora-

tory Animals, fifth ed, New York: Churchill Livingstone, 1976.

5. WHO Expert Committee on Biological Standardization. Develop-

ment of a National Control Laboratory for Biological Substances,

twenty second report, Geneva, 1970.

52 Cermin Dunia Kedokteran No. 44, 1987